AS Tarik Bea Masuk Biodiesel 50,7%
Oktober 25, 2017
Presiden Jokowi
Oktober 26, 2017
Tampilkan semua

KOMODITAS MINYAK SAWIT, La Nina Berpotensi Dongkrak CPO

Bisnis Indonesia | Kamis, 26 Oktober 2017
 JAKARTA — Harga minyak kelapa sawit berpeluang melonjak ke level 3.500 ringgit per ton apabila terjadi gangguan cuaca akibat La Nina yang menghambat produksi di Indonesia dan Malaysia.

 
Pada penutupan perdagangan Selasa (24/10), harga CPO di bursa Malaysia kontrak teraktif Januari 2018 naik 29 poin atau 1,04% menuju 2.806 ringgit per ton atau setara US$662,73 per ton. Sepanjang 2017 harga merosot 13,46%.
 
Analis perkebunan dan properti MIDF Research Alan Lim menyampaikan, fenomena La Nina dapat berdampak signifikan terhadap volume produksi minyak kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia. Pasalnya, gejala alam ini dapat menyebabkan hujan lebat dan banjir.
 
La Nina merupakan kondisi turunnya suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik. Gejala tersebut cenderung membawa cuaca basah, termasuk ke Indonesia dan Malaysia yang menyumbang 86% total produksi CPO global.
 
“Kalau La Nina benar terjadi pada akhir 2017, harga CPO dapat melonjak menuju 3.500 ringgit per ton. Selain masalah cuaca, produksi minyak sawit tertekan oleh kurangnya tenaga kerja,” paparnya dalam publikasi riset, Rabu (25/10).
 
Mengutip data Biro Metereologi Australia, peluang terjadinya La Nina pada akhir 2017 sudah meningkat menjadi 50%. Indikasi tersebut dinilai dari semakin dinginnya suhu Samudera Pasifik sehingga La Nina berpeluang terjadi pada bulan depan.
 
Senada, Pusat Prediksi Iklim AS menyebutkan probabilitas La Nina sudah mencapai 67%. Gejala La Nina dengan intensitas rendah diproyeksi terjadi pada Desember 2017—Februari 2018.
 
Lim menuturkan, lonjakan harga CPO ke level 3.500 ringgit per ton dapat terjadi apabila La Nina benar-benar berlangsung dengan kuat. Namun, jika tidak terealisasi pergerakan harga CPO cenderung stabil di kisaran 2.700 ringgit—2.950 ringgit per ton dalam jangka pendek.
 
Sentimen yang menopang harga ialah prospek meningkatnya permintaan India, sebagai importir terbesar di dunia, dan negara konsumen lainnya. Oleh karena itu, ekspor CPO Malaysia pada Oktober 2017 dapat meningkat 6% month on month (mom).
 
Berdasarkan data Malaysian Palm Oil Board (MPOB), ekspor CPO Negeri Jiran pada September 2017 naik 1,79% mom menuju 1,52 juta ton. Angka tersebut menunjukkan level pengapalan tertinggi sejak Agustus 2016 di posisi 1,82 juta ton.
 
Adapun di bursa berjangka, permintaan CPO juga terjaga oleh penguatan harga minyak kedelai akibat cuaca kering di Brasil. Asumsi harga minyak kedelai di level US$33 sen per pon dapat membantu harga CPO menuju 2.950 ringgit per ton.
 
Pada perdagangan Rabu (25/10) pukul 17.35 WIB, harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) kontrak teraktif Desember 2017 naik 0,22 poin atau 0,64% menjadi US$34,56 sen per pon. Sepanjang 2017 harga minyak nabati ini naik tipis 0,41%.
 
Lim menambahkan harga CPO dapat mencapai level 3.000 ringgit per ton. Namun, sebagian besar pelaku pasar akan melakukan aksi jual ketika harga mendekati angka tersebut sehingga prospek kenaikan terbatas di level 2.950 ringgit per ton.
 
Salah satu faktor yang membatasi kenaikan harga, yakni meningkatnya pasokan baru. MIDF memprediksi persediaan CPO Malaysia pada Oktober 2017 naik 4% mom menuju 2,09 juta ton atau level tertinggi sejak Februari 2016 sejumlah 2,17 juta ton.
 
Head of Trading and Hedging Strategies Kaleesuwari Intercontinental Gnanasekar Thiagarajan menyampaikan, prospek terjadinya La Nina menjadi pendukung utama kenaikan harga CPO. Namun, komoditas ini memiliki prospek fundamental negatif karena berkurangnya permintaan.
 
“Prospek melesunya permintaan membatasi kenaikan harga CPO,” tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (25/10).
 
Sentimen utama yang menekan konsumsi ialah hilangnya momentum pendongkrak konsumsi di India. Sebelumnya Negeri Hindustan gencar melakukan impor menjelang Festival Diwali yang mencapai puncaknya pada 19 Oktober 2017.
 
Selain itu, musim dingin yang berlangsung pada akhir tahun biasanya mengurangi permintaan CPO. Oleh karena itu, prospek konsumsi dalam beberapa bulan mendatang cenderung mengkhawatirkan.
 
Berdasarkan data Intertek Testing Services, ekspor CPO Malaysia pada tanggal 1—25 Oktober 2017 meningkat 8,55% mom menuju 1,18 juta ton dari sebelumnya 1,37 juta ton. Destinasi tujuan pengapalan terbesar ialah India yang mencakup 252.010 ton.
 
Analis Monex Investindo Futures Faisyal menuturkan, setelah perayaan Diwali pasar CPO kekurangan amunisi baru untuk mendongkrak sisi konsumsi. Di sisi lain, ada kekhawatiran soal pemulihan produksi pada 2017 setelah Indonesia dan Malaysia mengalami cuaca kering akibat El Nino.
 
“Namun, volume penambahan pasokan masih belum terlalu signifikan,” tuturnya.
 
Ke depannya, pelaku pasar CPO akan memperhatikan data ekspor Indonesia dan Malaysia, serta informasi terbaru mengenai permintaan global. Harga diperkirakan cenderung melemah pada kuartal IV/2017 di kisaran 2.400 ringgit—2.850 ringgit per ton. (Bloomberg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *